RINJANI, KAMI DATANG

2:39 AM
Ahad 26 Juni 2011
RINJANI  Empat orang makluk Tuhan bertemu di terminal Bertais. Masing-masing membawa tas  ransel gede alias carrier. Empat orang itu adalah Idham Jowet Khalid, Ika Risnawati, Lalu Hasbi dan aku sendiri. Kami akan mendaki gunung Rinjani untuk mengisi liburan.
Rencana awal kami akan naik lewat Sembalun, dan turnnya nanti lewat Senaru, karena katanya mba Ika Kita harus nyampe puncak. Tapi karena kesiangan jadi ga dapet angkutan menuju Sembalun. Akhirnya diputuskan untuk naik lewat Senaru dan turun lewat Sembalun.

Pendakian Tanpa Target
Sekira pukul 12.30 kami berangkat menuju Senaru dengan angkutan yang sebentar-sebentar berhenti untuk naikin muatan. Jadilah kami sampai senaru udah jam 16.10.

Setelah istirahat sejenak dan shalat Ashar, lalu kami bersiap untuk memulai pendakian. Tiba-tiba ada seorang pendaki yang baru saja turun menghampiri kami.
Mas saya mau nitip barang buat teman saya nih, boleh nggak katanya.
Boleh Barang apa..? Jawab bang Jowet.
Senter dan obat-obatan. Kemarin ada temen saya yang sakit tapi dia tetap melanjutkan pendakiannya katanya sambil menyerahkan barang yang akan dititip.
Waah kok sakit tetap naik sih aku nyeletuk.
Iya, sudah dibilang tapi tetap aja nekat katanya sambil memperlihatkan foto temannya yang dimaksud.
Mudah-mudahan ketemu ya mas, kalau tidak ketemu juga tidak apa-apa, mas boleh ambil senter dan obatnya lanjutnya.
Iya, mudahan ketemu jawab bang Jowet.
Bang Jowet sebagai mangku dalam pendakian ini melapor ke pos Rinjani Trek Centre (RTC) Senaru. Ternyata petugasnya lagi pergi begawe. Mungkin petugasnya ga nyangka kalau ada orang yang mau naik jam segitu sore. Kami menunggu lagi beberapa saat dan petugas tak kunjung muncul. Kaki udah gatel mau diajak jalan. Akhirnya sang mangku memutuskan : Kita berangkat aja, nanti kita lapor di pos Sembalun kata bang Jowet.
Kami setuju. Dan pendakian dimulai!
  
Pendakian illegal.
Pendakian ini menurut istilah bang Jowet adalah pendakian tanpa target. Entah apa maksud dari pendakian tanpa target itu, kami bertiga tidak begitu paham. Sebagai mangku tentu saja bang Jowet sudah memiliki rencana untuk suksesnya pendakian kami.
Perjalanan kami dari pos RTC menuju pintu hutan kami lalui dengan santai dan tidak banyak bicara. Masing-masing sibuk dengan pikiran sendiri-sendiri. Bang Jowet dan mba Ika ada di barisan depan sedangkan aku dan Hasbi di belakang. Sesampai di pintu hutan, kami istirahat lagi sebentar sambil ngobrol dengan Inaq dan Amaq (begitu para pendaki memanggil mereka) yang berjualan di sana.

Basa-basi!
Biasalah… dan mereka sepertinya sudah terbiasa menerima basa-basi dari para pendaki.
Lho.. kok sore sekali berangkatnya mas sapa Amaq dengan logat Sasak yang kental.
Iya… karena kami tidak punya target.. jawab bang Jowet. Lagi-lagi tanpa target.

Setelah beberapa basa-basi kami pamit untuk mulai masuk hutan, menuju Pos I, rencananya kami akan menginap rest camp area Pos II.

Haahh… rencana….???? kan tanpa target…???
Tak seperti perjalanan dari RTC ke pintu hutan. Kali ini perjalanan kami isi dengan canda dan tawa untuk mengelabui rasa capek. Sang mangku berceloteh tentang berbagai hal. Sesekali kami menyahut diringi tawa… hingga akhirnya kami sampai di Pos I. Di

Pos satu hanya beristirahat sebentar untuk mengeluarkan lampu senter karena sudah mulai agak gelap.
Kalau terlalu malam kita nginap di pos ekstra ya… kata bang Jowet di sela-sela obrolan ngawur ngidul.
Kita lanjut aja bang, cukup waktu kok untuk menuju Pos II… jawabku.
Supaya kita tidak jalan malam.. bang Jowet bersikukuh.
Rehat sebentar.
Voting... Bersambung ke SINI
--------------------------------------------
Posted by: Ahmad Fathoni
--------------------------------------------